Senin, 20 Mei 2013

Cacat Tubuhku Utuh Karyaku






Tidak bisa berfungsinya kaki ataupun tangan dengan normal bukan berarti berhenti untuk berkarya dan lantas menyurutkan semangat kehidupan, inilah salah satu prinsip yang dipegang orang-orang penyandang disabilitas, terkhusus kaum tuna daksa / fisik. Seorang tuna daksa / fisik yang mandiri adalah inspirasi hidup kita. Tuna daksa / fisik sering kali dijadikan alasan untuk meminta belas kasihan. 

Kekurangan yang seringkali dijadikan alasan untuk tidak bekerja dan tidak berkarya. Boro-boro memberikan inspirasi hidup dan kontribusi kepada orang lain, untuk dirinya sendiri masih mengharapkan orang lain.Kehadiran penyandang tuna daksa / fisik dalam keluarga kita dipastikan tidak kita harapkan. Tentunya kita mengharapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa memohon keluarga kita dilahirkan normal sehat tidak kurang satu apapun. Namun apa boleh dikata kalau kita dikaruniai seorang keluarga penyandang cacat, tuna daksa / fisik misalnya, satu-satunya jalan adalah bersabar dan tetap bersyukur atas karunia itu. 

Mayoritas yang terjadi memiliki keluarga penyandang cacat adalah aib dalam satu keluarga sehingga mereka cenderung menyembunyikan bahkan menyia-nyiakan karena tidak berguna bagi keluarga itu. Mereka kebanyakan menganggap penyandang cacat ini bagi keluarga hanya menjadi beban tidak ada gunanya dan itu memang kenyataannya. Bahkan penyandang tuna daksa / fisik ini pun saat dirumah tidak ada yang peduli, tidak ada yang mengajak bermain, bercanda dll, tetangga lewat pun tidak ada yang peduli di diamkan saja tidak di sapa. Mereka hanya termenung sendiri menunggui keterbatasannya. 

Ketika saya menjadi pembimbing di UPT REHSOS Cacat Tubuh Pasuruan dan membersamai klien-klien disini, saya begitu takjub menyaksikan mereka yang dengan asyiknya main sepak bola, badminton, bermain kejar-kejaran dan bahkan saat merayakan HUT RI dengan perlombaan Panjat Pinang saya sangat terkejut sekali ternyata mereka mampu melakukan hal yang sama layaknya orang normal. Mereka kekurangan dalam fisiknya tapi begitu leluasa bermain kejar-kejaran tanpa takut tersandung atau menabrak sesuatu. 

Hanya kita yang ketar-ketir khawatir melihat mereka berlarian kesana kemari, takut mereka terjatuh atau saling tabrakan. Dan keceriaan mereka sungguh membuktikan betapa rasa syukur dan ikhlas masih milik mereka atas keterbatasan yang mereka alami. Selain rehabilitasi, UPT REHSOS Cacat Tubuh Pasuruan juga memberikan pelayanan asrama. Dalam keseharian, mereka tinggal di asrama tersebut dan mengikuti setiap kegiatan rehabilitasi dan pelayanan sosial yang diadakan. Mereka semua berasal dari beberapa wilayah di seluruh Provinsi Jawa Timur. Mereka tinggal di asrama UPT REHSOS Cacat Tubuh Pasuruan dan pulang ke kampung halaman masing masing dan kembali ke keluarga ketika libur lebaran serta telah menyelesaikan pelayanan dan rehabilitasi . 
 
Ketrampilan klien tuna daksa / fisik ini pun bermacam-macam sesuai dengan minat dan bakatnya. Teman-teman klien di UPT REHSOS Cacat Tubuh Pasuruan dari awal sudah ditekankan untuk mandiri. Mulai dari hal-hal kecil seperti mencuci baju dan keperluan pribadi lainnya mereka urus sendiri. Mereka juga menyapu dan membersihkan lingkungan mereka sendiri. Suatu hari ketika saya melakukan bimbingan dan bertanya kepada mereka, saya berkesempatan untuk mengenal lebih dalam keberadaan mereka. 

Ketika mereka menjawab pertanyaan dari saya mengenai cita-cita mereka, begitu takjub mendengar apa yang mereka cita-citakan dan keyakinan mereka untuk bisa menggapainya, membuat kita yang normal merasa malu. Betapa mulia cita-citanya dan betapa gigih mereka mengupayakannya. Kesulitan dan halangan yang mereka hadapi karena keterbatasan yang mereka miliki tidak membuat mereka mengeluh lalu menyerah, tetapi justru menjadi pengobar semangat untuk membuktikan bahwa walau tuna daksa / fisik mereka bisa menggapai cita-cita mereka, tidak kalah dengan orang-orang yang normal. 

Sementara di sini kita masih sering mengeluh ketika menemui kesulitan yang sebenarnya sangat remeh. Sementara di sini kita mudah menyerah dan berbalik pergi ketika membentur tembok penghalang. Cita-cita mereka bermacam-macam, ada yang mau jadi Pemilik counter, Desainer, Tailor, musisi, pemain tenis, dan sebagainya. Tapi satu semangat yang saya dapat dari cita-cita mereka adalah bahwa mereka ingin bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi sesamanya, serta ingin menunjukkan kepada dunia bahwa keterbatasan fisik tak pernah bisa menghalangi mereka untuk berkarya dan berprestasi. mereka ingin menunjukkan bahwa seorang tuna daksa / fisik bukanlah sebuah beban yang menyusahkan orang-orang, tapi seorang tuna daksa / fisik justru mampu memberikan kontribusi positif kepada masyarakat. 

Allah memang Maha adil, semua orang diberi kelebihan potensi walaupun manusia menganggap bahwa banyak sekali kekurangan.  Semua manusia sudah dibekali potensi masing-masing. Jadi jangan sibuk mendramaritis kekurangan kita, tapi mari kita gali potensi kita, karena setiap manusia pasti diberi kelebihan masing-masing.

1 komentar: