BERPRESTASI (WAJIB) BAGI PENYANDANG CACAT FISIK
Mengetahui
kekurangan diri adalah tangga untuk mencapai cita-cita, dan berusaha
mengisi kekurangan tersebut adalah keberanian yang luar biasa ( Hamka ).
dan Gagal dalam kemuliaan adalah lebih baik dari pada menang dalam
kehinaan. Orang yang sekali-sekali gagal tidak rugi selagi ia belum
berputus asa . Kalau sekali maksud belum tercapai janganlah patah
harapan.( Lord Efebry)
HIDUP BERPRESTASI WAJIB DI RAIH. Pada masa remaja, kondisi fisik merupakan bagian yang penting dalam membentuk dirinya yang baru. Kondisi fisik yang tidak sesuai dengan harapan biasanya mengganggu ruang geraknya. Pada umumnya bagi penyandang cacat fisik sulit untuk mencapai prestasi, baik dalam bidang pendidikan maupun bidang lainnya dan hal ini sering menimbulkan masalah psikologis, karena dengan kekurangan fisiknya itu remaja penyandang cacat fisik akan merasa dirinya tidak berdaya dan tidak berguna dalam menjadi anggota masyarakat. Namun, ada juga sebagian remaja penyandang cacat fisik yang memiliki motivasi yang tinggi untuk berprestasi. Untuk itu faktor-faktor internal seperti cita-cita atau aspirasi, dorongan untuk berprestasi, memiliki keuletan dalam mengatasi kesulitan atau tantangan yang mungkin timbul wajib ain/harus ada pada diri para penyandang cacat fisik. Disamping itu juga adanya faktor-faktor eksternal seperti dukungan dari orangtua atau keluarga, dukungan dari teman, lingkungan sosial tempat tinggalnya, serta sarana dan prasarana akan sangat membantu perkembangan para penyandang cacat fisik untuk berprestasi.
Pembangunan Nasional di Negara Indonesia adalah Pembangunan manusia
seutuhnya yang menyentuh seluruh aspek kehidupan masyarakat, sehingga
seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia termasuk penyandang disabilitas
tubuh harus dapat menikmati
kesejahteraan sosial tersebut yang merupakan tata kehidupan dan
penghidupan social, materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa
keselamatan, kesusilaan dan ketenteraman lahir dan batin, yang memungkin
kan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan
Berbagai upaya telah
dilakukan oleh pemerintah dengan dukungan yang cukup besar dari
masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan bagi penyandang disabilitas , hal itu merupakan Amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, pasal 27
ayat 2, bahwa “ setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. . Upaya-upaya ini lebih dikenal dengan rehabilitasi.
Rehabilitasi bagi penyandang disabilitas tubuh khususnya diUPT RSCT Pasuruan
memang sangat diperlukan bagi para penyandang cacat fisik karena berbagai alasan. Karena
kecacatan para penyandang disabilitas tersebut menyebabkan
keterbatasan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari bahkan :
sebagian mengalami hambatan mengurus dirinya sendiri. Kalau mereka
tidak mampu mengurus dirinya sendiri, mereka akan mengalami hambatan
dalam kehidupan dimasyarakat nantinya. Misalnya menghadapi sikap
masyarakat yang cenderung merendahkan penyandang cacat tanpa melihat
potensi yang dimilikinya.
Hal ini mengakibatkan mereka selalu berada difihak yang kurang beruntung dalam kehidupan di masyarakat yang cenderung kompetitif diberbagai bidang. Rehabilitasi diharapkan membantu penyandang disabilitas secara fisik, medis, vocational. Penyandang disabilitas tubuh mempunyai berbagai masalah. Ada empat masalah besar.
Masalah Pertama adalah keterbatasan dalam mobilitas : penyandang disabilitas tubuh mempunyai kesulitan dalam menghadapi lingkungan sekitarnya., seperti mobilitas diluar rumah, sekolah, atau tempat-tempat umum lainnya. Karena tidak semua tempat dilengkapi dengan sarana khusus bagi penyandang disabilitas tubuh, demikian juga dengan sarana transpotasi lainnya.
Masalah Kedua adalah banyaknya waktu yang hilang sia-sia. Seorang penyandang disabilitas tubuh sering harus berurusan dengan rumah sakit karena mempunyai masalah kesehatan yang berkelanjutan atau tidak dapat efisien dalam kegiatan rutin sehari-harinya.
Masalah Ketiga adalah konsepsi yang keliru pada masyarakat
tentang penyandang disabilitas tubuh dan kesehatan. Perasaan ini sering mengakibatkan berbagai hambatan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas dalam hal ini kesempatan memperoleh layanan pendidikan pekerjaan, atau kegiatan social lainnya.
Masalah Keempat Penyandang disabilitas memiliki persepsi yang keliru tentang dirinya, mereka meragukan kemampuannya sendiri dan inilah yang dapat menyebabkan kurangnya motivasi untuk bisa berhasil, kurang kesungguhan dalam menyelesaikan tugas, tidak mempunyai produktivitas kerja, dan lebih parah lagi kecenderungan menggantungkan diri pada orang lain. Keempat masalah tersebut oleh Departemen Sosial disebut dengan masalah pribadi ( fisik, psikis, pendidikan, social ekonomi ), masalah keluarga dan sikap masyarakat. Adapun masalah pribadi yang dihadapi oleh penyandang disabilitas tubuh yaitu masalah kecacatannya ( masalah fisik ) karena masalah fisik ini terkait dengan efisiensi dan efektifitas didalam melakukan kegiatan sehari-hari. Jika seseorang mempunyai fisik yang sehat, kuat, tidak sakit-sakitan, tidak mengalami kecacatan, maka ia akan melakukan kegiatan tanpa ada halangan, sehingga akan dapat melakukan aktivitas dengan maksimal, punya daya tahan kerja yang baik, maka didalam melakukan suatu pekerjaan akan menghasilkan produktifitas kerja yang baik pula. Sebaliknya bila fisik mengalami keterbatasan gerak maka akan mengalami gangguan terhadap ruang gerak sehingga produktifitas kerja menjadi rendah.
Dengan demikian Penyandang disabilitas yang mengalami gangguan fisik ( cacat tubuh ) secara langsung mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan produktivitas kerja. Berkaitan dengan hal tersebut diatas masalah pendidikan, inteligensi sangat mempengaruhi semuanya. Pada penyandang disabilitas tubuh yang tingkat pendidikannya rendah atau kurang memiliki pengetahuan dan wawasan didalam melakukan pekerjaan maka kurang memiliki juga rasa percaya diri, akibatnya kurang memiliki motivasi bekerja.
Oleh karena itu penyandang disabilitas tubuh dalam melakukan suatu pekerjaan hasilnya tidak maksimal. Hal yang demikian ini akan menimbulkan masalah psikhis seperti “harga diri” yang rendah, mudah tersinggung,agresif, pesimis, yang secara tidak langsung mempengaruhi produktivitas kerja, sehingga penyandang disabilitas tubuh tersebut mengalami kesulitan didalam mencari pekerjaan dan akan menimbulkan tingkat social ekonomi yang rendah pula. oleh sebab itu bagaimana caranya agar para penyandang cacat fisik ini mampu berprestasi dimana pun dia berada, untuk itu diperlukan dukungan dan motifasi baik dari diri para penyandang cacat fisik sendiri maupun lingkungannya.
Vista dan Tomson (dalam Koentjoro, 1989 ) mengatakan bahwa orang yang memiliki harga diri tinggi cenderung melihat dirinya berhasil dalam hubungan interpersonal, dan mudah menerima orang lain seperti orang lain dengan mudah menerimanya. Namun sebaliknya orang memiliki hargadiri yang rendah biasanya mengalami kesulitan dalam hubungan social dalam menjalankan hidupnya. Mereka terlalu lemah untuk melawan kekurangan diri mereka dan menghindar dari persahabatan, sebenarnaya mereka membutuhkan dukungan orang lain. Dalam pembentukan dan perkembangan harga diri peranan lingkungan social sangat penting khususnya interaksi social.
Interaksi sosial sangat berpengaruh terhadap tingkah laku dalam pergaulan, karena lingkungan pergaulan merupakan suatu hubungan yang meliputi tingkah laku individu dan manusia yang saling mempengaruhi. Dalam suatu lingkungan pergaulan sangat dibutuhkan adanya sikap. Dimana sikap tersebut sangat besar potensinya bagi manusia kususnya penyandang cacat tubuh sebab sikap tersebut sudah terbentuk pada dirinya, maka sikap tersebut ikut menentukan cara-cara bertingkah laku atau berperilaku dalam pemecahan masalah yang dihadapi.
Suatu perilaku juga merupakan dasar dalam menentukan sikap seseorang penyandang disabilitas tubuh tersebut terhadap lingkungan yang tercermin dari kemampuannya untuk menyesuaikan diri, memperoleh penghargaan, dapat diterima dilingkungan sosial, yang terbuka dan penuh semangat sesuai apa yang diinginkan. Pada umumnya penyandang disabilitas tubuh di uUPT RSCT Pasuruan ini apa bila dikaitkan dengan tingkat produktivitas kerja mengalami beberapa kendala antara keterbatasan fungsi fisik yang disebabkan kecacatannya sehingga mempengaruhi aktivitas, ruang gerak, kecepatan, ketepatan, konsentrasi didalam melakukan suatu pekerjaan apabila dibandingkan dengan orang yang normal ( tidak cacat ).
Hal tersebut tergantung pada medical rating ( derajat kecacatan ) yang terdiri dari, cacat berat, cacat sedang, cacat ringan. Derajat kecacatan ini sangat berpengaruh terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari. Semakin berat kecacatannya maka semakin sempit ruang gerak dan hanya dapat melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Sebaliknya semakin ringan derajat kecacatannya maka ruang geraknya akan lebih besar, sehingga akan semakin banyak
aktivitas pekerjaan yang dapat dilakukannya. Disamping itu tingkat pendidikan juga menentukan, karena setiap bidang pekerjaan membutuhkan kemampuan tertentu, jadi semakin rendah tingkat pendidikan seorang penyandang disabilitas ini maka peluang untuk memdapatkan pekerjaan hanya terbatas pada bidang tertentu saja dan sebaliknya.
Inteligensi, bakat dan minat juga menentukan dalam suatu bidang pekerjaan, semakin tinggi tingkat inteligensi dan bakat para penyandang disabilitas akan mempengaruhi hasil didalam melakukan sustu pekerjaan, walaupun derajad kecacatan yang dialami kurang mendukung terhadap suatu bidang tetapi apabila mempunyai bakat dan tingkat inteligensi yang baik maka akan dapat lebih cepat menguasai terhadap suatu bidang pekerjaan tertentu.
Minat disini sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, apabila penyandang disabilitas berada dilingkungan terdapat suatu usaha tertentu yang memungkinkan dia mendapatkan suatu pekerjaan maka akan dapat menumbuhkan minat terhadap suatu pekerjaan yang sesuai dengan lingkungannya itu. Sebaliknya jika lingkungan social penyandang disabilitas tidak terdapat suatu bidang tertentu yang menghasilkan uang juga tidak akan menumbuhkan minat untuk mengisi bidang pekerjaan itu. Dengan kata lain minat secara langsung akan meningkatkan motivasi dan gairah kerja.
Gairah kerja dapat muncul apabila penyandang disabilitas mempunyai kecocokan dengan pekerjaan. Tetapi pada kenyataannya Penyandang disabilitas banyak yang tidak cocok dengan kemampuan bergerak, ketrampilan, kemampuan berfikir dan sebagainya.
Kondisi ini akan berpengaruh terhadap perkembangan jiwa penyandang disabilitas tersebut seperti kurangnya percaya diri, tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja, sehingga produktivitas kerja penyandang disabilitas tubuh menjadi rendah. Secara Umum dibandingkan orang normal ( tidak cacat ), kualitas penyandang disabilitas tubuh jauh lebih rendah, baik ditinjau dari segi waktu, jumlah maupun kualitasnya. Untuk meningkatkan produktivitas kerja para penyandang cacat tubuh diperlukan penelitian terhadap keadaan fisik, mental, kepribadian, lingkungan sosial terhadap pekerjaan tertentu, kemudian baru diadakan pelatihan terhadap jenis pekerjaan yang sesuai dengan kondisinya. Bila ini berhasil akan meningkatkan harga diri penyandang disabilitas tubuh tersebut. Karena harga diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir tapi merupakan faktor yang dipelajari dan dibentuk sesuai dengan pengalaman dan interaksi yang dilakukannya.
( Coopersmith, 1967) mengatakan bahwa individu yang memiliki harga diri yang tinggi, tingkah lakunya yang lebih aktif, ekspresif, lebih percaya diri, serta tampak puas dan menghargai dirinya, ;ada umumnya mereka tidak mudah cemas, lebih berhasil dalam kehidupan sosial maupun dalam bidang akademik. Individu yang memiliki harga diri rendah ditandai dengan sikap pasif, pesimis, kurang percaya diri dari pergaulan.
Vista dan Thomson ( dalam Kuncoro, 1989 ) melihat bahwa orang yang mempunyai harga diri tinggi cenderung melihat dirinya sebagai individu yang berhasil. Ia akan bersifat dealistic dalam melihat kemampuannya, dia percaya bahwa usahanya akan berhasil. Dalam hubungan interpersonal biasanya akan mudah menerima dirinya.
Namun orang yang mempunyai harga diri yang rendah, bersifat tergantung, kurang percaya diri dan tak jarang mereka terbentur pada kesulitan sosial dan biasanya pesimis dalam perjalanan hidupnya.
Banyak contoh Penyandang disabilitas tubuh yang telah berhasil dan mampu berprestasi dalam hidupnya.Pada dasarnya setiap penyandang disabilitas harus mempunyai harapan akan pekembangan dirinya dimasa yang akan datang. Sehubungan dengan hal tersebut biasanya timbul suatu pernyataan dalam dirinya bagaimana masa depannya nanti. Setiap manusia pasti menginginkan menjadi orang yang sehat baik secara fisik dan psikhis.Untuk itu Penyandang disabilitas tubuh harus dapat menilai dirinya sendiri secara positif mana saja yang dappat di optimalkan untuk meraih prestasi dalam hidupnya sehingga tidak merasa tersingkir dan terisolasi ddalam hidupnya. MASIH BANYAK JALAN UNTUK MENUJU KE ROMA. Sebagai penutup Seorang Penyandang disabilitas tubuh seharusnya dapat menyadari segala kekurangan yang dimilikinya, dan menerima segala keterbatasan tersebut sebagaimana adanya, serta mempunyai sikap dan motivasi yang tinggi untuk berprestasi, mengerahkan dan mengarahkan apa yang ada pada dirinya untuk menghadapi serta memecahkan masalah kehidupannya tersebut. Dari semua uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa Prestasi tidak hanya milik orang-orang yang normal secara fisik saja tetapi bagi para penyandang disabilitas tubuh sangat dimungkinkan dapat tercipta jika para penyandang cacat fisik mempunyai harga diri yang tinggi, perilaku dan interaksi sosial yang baik dengan lingkungannya, dalam arti penyandang cacat tersebut mempunyai percaya diri, tidak merasa rendah diri terhadap kekurangan fisiknya, mempunyai keberanian untuk berbuat yang lebih baik dan tidak mudah putus asa. Dengan demikian mereka akan mampu mengatasi kekurangan-kekurangannya dan harus memiliki motivasi yang kuat untuk dapat berbuat seperti orang lain yang tidak cacat tubuh dalam meraih dan mengukir prestasi-prestasi hidup. maka klo boleh saya katakan Berprestasi hukumnya wajib bagi para penyandang cacat fisik. Matur nuwon
Hal ini mengakibatkan mereka selalu berada difihak yang kurang beruntung dalam kehidupan di masyarakat yang cenderung kompetitif diberbagai bidang. Rehabilitasi diharapkan membantu penyandang disabilitas secara fisik, medis, vocational. Penyandang disabilitas tubuh mempunyai berbagai masalah. Ada empat masalah besar.
Masalah Pertama adalah keterbatasan dalam mobilitas : penyandang disabilitas tubuh mempunyai kesulitan dalam menghadapi lingkungan sekitarnya., seperti mobilitas diluar rumah, sekolah, atau tempat-tempat umum lainnya. Karena tidak semua tempat dilengkapi dengan sarana khusus bagi penyandang disabilitas tubuh, demikian juga dengan sarana transpotasi lainnya.
Masalah Kedua adalah banyaknya waktu yang hilang sia-sia. Seorang penyandang disabilitas tubuh sering harus berurusan dengan rumah sakit karena mempunyai masalah kesehatan yang berkelanjutan atau tidak dapat efisien dalam kegiatan rutin sehari-harinya.
Masalah Ketiga adalah konsepsi yang keliru pada masyarakat
tentang penyandang disabilitas tubuh dan kesehatan. Perasaan ini sering mengakibatkan berbagai hambatan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas dalam hal ini kesempatan memperoleh layanan pendidikan pekerjaan, atau kegiatan social lainnya.
Masalah Keempat Penyandang disabilitas memiliki persepsi yang keliru tentang dirinya, mereka meragukan kemampuannya sendiri dan inilah yang dapat menyebabkan kurangnya motivasi untuk bisa berhasil, kurang kesungguhan dalam menyelesaikan tugas, tidak mempunyai produktivitas kerja, dan lebih parah lagi kecenderungan menggantungkan diri pada orang lain. Keempat masalah tersebut oleh Departemen Sosial disebut dengan masalah pribadi ( fisik, psikis, pendidikan, social ekonomi ), masalah keluarga dan sikap masyarakat. Adapun masalah pribadi yang dihadapi oleh penyandang disabilitas tubuh yaitu masalah kecacatannya ( masalah fisik ) karena masalah fisik ini terkait dengan efisiensi dan efektifitas didalam melakukan kegiatan sehari-hari. Jika seseorang mempunyai fisik yang sehat, kuat, tidak sakit-sakitan, tidak mengalami kecacatan, maka ia akan melakukan kegiatan tanpa ada halangan, sehingga akan dapat melakukan aktivitas dengan maksimal, punya daya tahan kerja yang baik, maka didalam melakukan suatu pekerjaan akan menghasilkan produktifitas kerja yang baik pula. Sebaliknya bila fisik mengalami keterbatasan gerak maka akan mengalami gangguan terhadap ruang gerak sehingga produktifitas kerja menjadi rendah.
Dengan demikian Penyandang disabilitas yang mengalami gangguan fisik ( cacat tubuh ) secara langsung mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan produktivitas kerja. Berkaitan dengan hal tersebut diatas masalah pendidikan, inteligensi sangat mempengaruhi semuanya. Pada penyandang disabilitas tubuh yang tingkat pendidikannya rendah atau kurang memiliki pengetahuan dan wawasan didalam melakukan pekerjaan maka kurang memiliki juga rasa percaya diri, akibatnya kurang memiliki motivasi bekerja.
Oleh karena itu penyandang disabilitas tubuh dalam melakukan suatu pekerjaan hasilnya tidak maksimal. Hal yang demikian ini akan menimbulkan masalah psikhis seperti “harga diri” yang rendah, mudah tersinggung,agresif, pesimis, yang secara tidak langsung mempengaruhi produktivitas kerja, sehingga penyandang disabilitas tubuh tersebut mengalami kesulitan didalam mencari pekerjaan dan akan menimbulkan tingkat social ekonomi yang rendah pula. oleh sebab itu bagaimana caranya agar para penyandang cacat fisik ini mampu berprestasi dimana pun dia berada, untuk itu diperlukan dukungan dan motifasi baik dari diri para penyandang cacat fisik sendiri maupun lingkungannya.
Vista dan Tomson (dalam Koentjoro, 1989 ) mengatakan bahwa orang yang memiliki harga diri tinggi cenderung melihat dirinya berhasil dalam hubungan interpersonal, dan mudah menerima orang lain seperti orang lain dengan mudah menerimanya. Namun sebaliknya orang memiliki hargadiri yang rendah biasanya mengalami kesulitan dalam hubungan social dalam menjalankan hidupnya. Mereka terlalu lemah untuk melawan kekurangan diri mereka dan menghindar dari persahabatan, sebenarnaya mereka membutuhkan dukungan orang lain. Dalam pembentukan dan perkembangan harga diri peranan lingkungan social sangat penting khususnya interaksi social.
Interaksi sosial sangat berpengaruh terhadap tingkah laku dalam pergaulan, karena lingkungan pergaulan merupakan suatu hubungan yang meliputi tingkah laku individu dan manusia yang saling mempengaruhi. Dalam suatu lingkungan pergaulan sangat dibutuhkan adanya sikap. Dimana sikap tersebut sangat besar potensinya bagi manusia kususnya penyandang cacat tubuh sebab sikap tersebut sudah terbentuk pada dirinya, maka sikap tersebut ikut menentukan cara-cara bertingkah laku atau berperilaku dalam pemecahan masalah yang dihadapi.
Suatu perilaku juga merupakan dasar dalam menentukan sikap seseorang penyandang disabilitas tubuh tersebut terhadap lingkungan yang tercermin dari kemampuannya untuk menyesuaikan diri, memperoleh penghargaan, dapat diterima dilingkungan sosial, yang terbuka dan penuh semangat sesuai apa yang diinginkan. Pada umumnya penyandang disabilitas tubuh di uUPT RSCT Pasuruan ini apa bila dikaitkan dengan tingkat produktivitas kerja mengalami beberapa kendala antara keterbatasan fungsi fisik yang disebabkan kecacatannya sehingga mempengaruhi aktivitas, ruang gerak, kecepatan, ketepatan, konsentrasi didalam melakukan suatu pekerjaan apabila dibandingkan dengan orang yang normal ( tidak cacat ).
Hal tersebut tergantung pada medical rating ( derajat kecacatan ) yang terdiri dari, cacat berat, cacat sedang, cacat ringan. Derajat kecacatan ini sangat berpengaruh terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari. Semakin berat kecacatannya maka semakin sempit ruang gerak dan hanya dapat melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Sebaliknya semakin ringan derajat kecacatannya maka ruang geraknya akan lebih besar, sehingga akan semakin banyak
aktivitas pekerjaan yang dapat dilakukannya. Disamping itu tingkat pendidikan juga menentukan, karena setiap bidang pekerjaan membutuhkan kemampuan tertentu, jadi semakin rendah tingkat pendidikan seorang penyandang disabilitas ini maka peluang untuk memdapatkan pekerjaan hanya terbatas pada bidang tertentu saja dan sebaliknya.
Inteligensi, bakat dan minat juga menentukan dalam suatu bidang pekerjaan, semakin tinggi tingkat inteligensi dan bakat para penyandang disabilitas akan mempengaruhi hasil didalam melakukan sustu pekerjaan, walaupun derajad kecacatan yang dialami kurang mendukung terhadap suatu bidang tetapi apabila mempunyai bakat dan tingkat inteligensi yang baik maka akan dapat lebih cepat menguasai terhadap suatu bidang pekerjaan tertentu.
Minat disini sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, apabila penyandang disabilitas berada dilingkungan terdapat suatu usaha tertentu yang memungkinkan dia mendapatkan suatu pekerjaan maka akan dapat menumbuhkan minat terhadap suatu pekerjaan yang sesuai dengan lingkungannya itu. Sebaliknya jika lingkungan social penyandang disabilitas tidak terdapat suatu bidang tertentu yang menghasilkan uang juga tidak akan menumbuhkan minat untuk mengisi bidang pekerjaan itu. Dengan kata lain minat secara langsung akan meningkatkan motivasi dan gairah kerja.
Gairah kerja dapat muncul apabila penyandang disabilitas mempunyai kecocokan dengan pekerjaan. Tetapi pada kenyataannya Penyandang disabilitas banyak yang tidak cocok dengan kemampuan bergerak, ketrampilan, kemampuan berfikir dan sebagainya.
Kondisi ini akan berpengaruh terhadap perkembangan jiwa penyandang disabilitas tersebut seperti kurangnya percaya diri, tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja, sehingga produktivitas kerja penyandang disabilitas tubuh menjadi rendah. Secara Umum dibandingkan orang normal ( tidak cacat ), kualitas penyandang disabilitas tubuh jauh lebih rendah, baik ditinjau dari segi waktu, jumlah maupun kualitasnya. Untuk meningkatkan produktivitas kerja para penyandang cacat tubuh diperlukan penelitian terhadap keadaan fisik, mental, kepribadian, lingkungan sosial terhadap pekerjaan tertentu, kemudian baru diadakan pelatihan terhadap jenis pekerjaan yang sesuai dengan kondisinya. Bila ini berhasil akan meningkatkan harga diri penyandang disabilitas tubuh tersebut. Karena harga diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir tapi merupakan faktor yang dipelajari dan dibentuk sesuai dengan pengalaman dan interaksi yang dilakukannya.
( Coopersmith, 1967) mengatakan bahwa individu yang memiliki harga diri yang tinggi, tingkah lakunya yang lebih aktif, ekspresif, lebih percaya diri, serta tampak puas dan menghargai dirinya, ;ada umumnya mereka tidak mudah cemas, lebih berhasil dalam kehidupan sosial maupun dalam bidang akademik. Individu yang memiliki harga diri rendah ditandai dengan sikap pasif, pesimis, kurang percaya diri dari pergaulan.
Vista dan Thomson ( dalam Kuncoro, 1989 ) melihat bahwa orang yang mempunyai harga diri tinggi cenderung melihat dirinya sebagai individu yang berhasil. Ia akan bersifat dealistic dalam melihat kemampuannya, dia percaya bahwa usahanya akan berhasil. Dalam hubungan interpersonal biasanya akan mudah menerima dirinya.
Namun orang yang mempunyai harga diri yang rendah, bersifat tergantung, kurang percaya diri dan tak jarang mereka terbentur pada kesulitan sosial dan biasanya pesimis dalam perjalanan hidupnya.
Banyak contoh Penyandang disabilitas tubuh yang telah berhasil dan mampu berprestasi dalam hidupnya.Pada dasarnya setiap penyandang disabilitas harus mempunyai harapan akan pekembangan dirinya dimasa yang akan datang. Sehubungan dengan hal tersebut biasanya timbul suatu pernyataan dalam dirinya bagaimana masa depannya nanti. Setiap manusia pasti menginginkan menjadi orang yang sehat baik secara fisik dan psikhis.Untuk itu Penyandang disabilitas tubuh harus dapat menilai dirinya sendiri secara positif mana saja yang dappat di optimalkan untuk meraih prestasi dalam hidupnya sehingga tidak merasa tersingkir dan terisolasi ddalam hidupnya. MASIH BANYAK JALAN UNTUK MENUJU KE ROMA. Sebagai penutup Seorang Penyandang disabilitas tubuh seharusnya dapat menyadari segala kekurangan yang dimilikinya, dan menerima segala keterbatasan tersebut sebagaimana adanya, serta mempunyai sikap dan motivasi yang tinggi untuk berprestasi, mengerahkan dan mengarahkan apa yang ada pada dirinya untuk menghadapi serta memecahkan masalah kehidupannya tersebut. Dari semua uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa Prestasi tidak hanya milik orang-orang yang normal secara fisik saja tetapi bagi para penyandang disabilitas tubuh sangat dimungkinkan dapat tercipta jika para penyandang cacat fisik mempunyai harga diri yang tinggi, perilaku dan interaksi sosial yang baik dengan lingkungannya, dalam arti penyandang cacat tersebut mempunyai percaya diri, tidak merasa rendah diri terhadap kekurangan fisiknya, mempunyai keberanian untuk berbuat yang lebih baik dan tidak mudah putus asa. Dengan demikian mereka akan mampu mengatasi kekurangan-kekurangannya dan harus memiliki motivasi yang kuat untuk dapat berbuat seperti orang lain yang tidak cacat tubuh dalam meraih dan mengukir prestasi-prestasi hidup. maka klo boleh saya katakan Berprestasi hukumnya wajib bagi para penyandang cacat fisik. Matur nuwon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar